Tuesday, October 2, 2012

Kenapa Perpustakaan Harus Bertransformasi

TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN
Berdasar kutipan Lien, Diao Ai, Transformasi adalah perubahan yang bersifat struktural, secara bertahap, total, dantidak bisa dikembalikan lagi ke bentuk semula (irreversible) (Danabalan, 1999). Transformasi mutlak perlu dilakukan dalam sebuah perpustakaan untuk  menyesuikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat. Perpustakaan sebagai sumber informasi harus mampu berkembang mengikuti  tantangan  perubahan peradaban teknologi yang semakin modern mengikuti dinamika zaman. "Leadership..., like swimming, cannot be learnt by reading about it," kata Harkrisyati Kamil, Presiden Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) mengutip perkataan Henry Mintzberg, ketika menggambarkan peran sentral seorang pemimpin dalam menggiring perpustakaan konvensional untuk bertransformasi.
Pendapat mantan kepala perpustakaan British Council Jakarta itu juga di setujui oleh Blasius Sudarsono, pustakawan senior di Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI) yang hadir dalam pelatihan pada Pelatihan Kepemimpinan Manajemen Perpustakaan yang diselenggarakan Klub Perpustakaan Indonesia di Bogor, 14-16 Oktober.
Hal ini merupakan tantangan sebuah perpustakaan untuk dapat mengambil peran yang lebih kompleks dan multifungsi juga sebagai agen perubahan (agent of change). Endang Fatmawati(2010:16) dalam buku The Art of Library  mengatakan bahwa posisi perpustakaan sebagai agen perubahan (agent of change)dan pusat pembudayaan manusia sangat dipengaruhi oleh 4 (empat) factor penting yaitu pengelola perpustakaan (SDM), sumber informasi ,para pengguna (users) dan biaya. Poin pertama ini sepaham dengan ungkapan Harkrisyati Kamil(Presiden Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia) yang menyatakan bahwa perpustakaan yang bertransformasi, harusnya mempersipakan sumberdaya manusianya menjadi sumberdaya yang "multitasking" alias memiliki segenap keahlian dan siap menjadi agen perubahan.
Pada konsep materi mata kuliah kapita selekta membahas bahwa transformasi yang harus dilakukan oleh perpustakaan meliputi:
 1).transformasi pemustaka,
2).tranformasi .layanan
 3) tranformasi fasilitas TIK
4). SDM
 5).fungsi dan nilai tambah.
Akan tetapi, Lien, Diao Ai., (2004)  hanya menekankan bahwa Transformasi yang wajib dilakukan hanya meliputi 3 (tiga) garis besar yaitu transformasi fungsi, transformasi fasilitas dan transformasi pustakawan.
Untuk mempermudah pemahaman tentang tranformasi fungsi sebuah perpustakaan, Lien, Diao Ai membandingkan fungsi dari sebuah perpustakaan dalam sebuah tabel yang memeperlihatkan perubahan fungsi dari sebuah perpustakaan sebelum dan sesudah era internet.
Sebelum internet
Sesudah internet
Memberikan multi-entry service atau
pelayanan yang terpisah untuk
pengadaan, pengolahan, transaksi
peminjaman, referensi, dsb
Menyediakan one-stop service: multifunctional
librarians serving multi-tasking
customers
Mengumpulkan informasi dan
pengetahuan (umumnya tercetak) secara
lokal
Mengkoleksi dan menyediakan akses ke
informasi dan pengetahuan serta sumbersumbernya
yang tersebar di seluruh dunia,
dalam multi-format (termasuk tacit)
Menjaga koleksi dan akses informasi dan
pengetahuan
Menambah nilai pada informasi dan
pengetahuan (adding value)
Melayani individu atau kelompok tanpa
melihat potensi hubungannya dengan
individu atau kelompok lain
Melayani individu atau kelompok sebagai
anggota jaringan
Memberikan pelayanan di tempat (on site)
dan sebatas jam pelayanan
Memberikan pelayanan on-line 24 jam
Manajemen informasi: memberikan
pelayanan sebatas akses informasi dan
pengetahuan
Manajemen
Manajemen pengetahuan: memberikan
pelayanan bervariasi dan dinamis meliputi
seluruh siklus pengetahuan (mulai dari
penciptaan, perekaman dan publikasi,
penyebaran, penggunaan, dan penciptaan
kembali, pengetahuan)
Memberikan pendidikan pemakai sebatas
mengenai pemanfaatan perpustakaan
(library skills and literacy)
Meningkatkan information skills and
literacy sedemikian rupa sehingga
pengguna dapat memanfaatkan TIK untuk
mengakses dan memanfaatkan informasi
secara kritis; serta merekam mempublikasi atau share, pengetahuan
dengan efisien.

Masih menurut Lien, Diao Ai(2004) ,untuk menjalankan fungsi baru tersebut maka, perpustakaan haruslah melakuakan tranformasi fasilalitas, yaitu perpustakaan harus mengembangkan fasilitas yang lebih dari sekedar perpustakaan digital, yang menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk mengitegrasikan perpustakaan dengan penggunanya yang ditunjang dengan fasilitas gedung yang memadai.
Harkrisyati Kamil( Presiden Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia) juga sependapat bahwa Transformasi perpustakaan itu tidak terlepas dari peran teknologi, teknologi bukanlah semata-mata mesin, karena juga mengandung pengetahuan dan keterampilan menggunakan alat atau mesin tersebut. Selain itu teknologi bersinggungan dengan aspek budaya dan aspek organisasion untuk menjadi sebuah kegiatan yang terus-menerus dan meluas.
Lien, Diao Ai menjelaskan transformasi ketiga yang harus dilakukan perpustakaan adalah transformasi  pustakawan. Dia mengutip bahwa pustakawa yang di butuhkan di era digital ini adalah :
Holistic librarians with a broad range of competencies and skills are an emergingprerequisite in academic libraries, especially in technology-oriented roles.” (Dupuis &Ryan (2002, h5)
New librarians will come from other backgrounds, and the emphasis will be on
leadership, connectivity, innovation and creativity – making new and powerful
connections increasingly on an individual basis between people and their knowledge
needs.” (Kempster, 1999, h.201).
Untuk melengkapi konsep transformasi dibidang perpustakaan maka perlu ditambahkan hal penting mengenai tranformasi di bidang layanan,  untuk melihat sejauh mana kinerja sebuah perpustakaan sudah berhasil melaksanakan tugasnya memberikan layanan jasa informasi kepada pengguna, menurut Sutoyo (2001: 132) setidaknya dapat dilihat dari 3 (tiga) tolok ukur : kelengkapan koleksi, penelusuran informasi, dan kualitas informasi yang disajikan .
Transformasi lain yang yang dilakaukan perpustakaan adalah transformasi pemustaka, karena pemustaka merupakan aset terpenting yang menunjang keberlangsungan sebuah perpustakaan.Sebuah perpustakaan yang memiliki koleksi yang lengkap dan layanan beragam tidak akan bermanfaat jika pemustaka itu sendiri belum memiliki  kesadaran untuk mendayagunakan perpustakaan. Maka dari itu perpustakaan harus melakukan transformasi merubah paradigma masyarakat yang memandang perpustakaan hanyalah sebuah gedung tua yang berisikan koleksi buku-buku usang dan berdebu,dijaga oleh penjaga yang berpenampilan monoton dan berkacamata tebal. Zaman sudah berubah, dunia perpustakaan sudah mengalami kemajuan, pihak internal perpustaan sudah berbenah diri,sekarang tugas perpustakaan adalah membuat masyarakat untuk melek literasi informasi. Endang Fatmawati (2010:26) dalam buku The Art of Library mengatakan bahwa jika masyarakat sebagai pengguna perpustakaan,sudah melek lierasi informasi, maka berbagai informasi yang melimpah tersebut akan menjadi sumberdaya yang bermanfaat.
Daftar Pustaka:
Lien, Diao Ai., (2004). Transformasi Dunia Perpustakaan. Media Pustaka vol. XI/3-4 (September),14-15 http://eprints.rclis.org/bitstream/10760/11338/1/Transformasi_Dunia_Perpustakaan_-_ai_lien.pdf diakses 19 juni 2012 pukul 20.00 WIB
Sulistyorini ,Dyah,(2009). Perpustakaan Harus Bertransformasi, Jakarta :(ANTARA News)artikel berita http://www.antaranews.com/berita/1255786406/javascrip diakses 19 juni 2012 pukul 20.00 WIB

Kempster, G. (1999). Dawning of the age: the horizon for powerful people-centred
libraries. Dalam S. Criddle, L. Dempsey, dan R. Heseltine (eds.) Information
landscapes for a learning society: networking and the future of libraries 3. An
international conference held at the university of bath, 29 june-1 july 1998 (199-
204). London: Library Association Publishing.

Dupuis, J. & Ryan, P. (2002). Bridging the two cultures: a collaborative approach to
managing electronic resources. Issues in Science and Technology Librarianship,
spring
.Fatmawati,Endang.(2010).The Art of Library.Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Materi PTT pemebelajaran mata kuliah Kapita selekta oleh Endang Fatmawati, S.S.,S.Sos.,M.Si Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro, unpublis
ditulis untuk memenuhi tugas Makul kapita Selekta/RATNAWATI/FIB/2012

Bagaimana Mengatasi Krisis Minat Baca dan Mengunjungi Perpustakaan

Suatu ungkapan “tak kenal maka tak sayang” adalah suatu ungkapan yang benar, bila dikaji dan dihubungkan dengan pengalaman pribadi yang kita alami bersama dengan orang-orang yang berada disamping kita. Hubungan yang yang tercipta antara satu orang dengan yang lain terjadi karena suatu proses perkenalan. Proses perkenalan ini membawa kita pada suatu tinggkatan hubungan yaitu mengenal secara mendalam mengenai seluk beluk orang yang kita kenal dan terjalin suatu keakraban diantaranya atau mengenal hanya sekedar kenal akan tetapi tidak ada keinginan untuk tahu seluk-beluk orang yang kita kenal dan tanpa ada suatu jalinan keakraban di antaranya. Bila ungkapan ”tak kenal maka tak sayang”ini kita terapakan pada sebuah subyek yang dinamakan perpustakaan, maka yang terjadi adalah sebagian orang, kenal secara detail mengenai subyek tersebut bahkan sudah terjalin suatu keakraban diantaranya,yang dinamakan actual user yaitu orang-orang yang sudah secara aktif menggunakan perpustakaan. Akan tetapi sebagian di antaranya hanya sekedar kenal subyek tersebut tanpa terjalin suatu keakraban diantaranya yang dinamakan potential user yaitu orang-orang yang sangat berpotensi untuk ditarik menjadi pengguna perpustakaan. Mengakarabi perpustakaan tentunya banyak memberikan manfaat tanpa adanya suatu hal yang merugikan bagi orang ingin akrab dengannya. Oleh hal tersebut, mari mengenal perpustakaan lebih lanjut. Perpustakaan adalah sebuah ruangan ,bagian dari sebuah gedung,ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca,bukan untuk dijual. (Sulistyo Basuki,1991,3) .Saat mengenal seseorang tentunya kita tidak hanya mengenal secara fisik ,begitupun jangan sekedar memandang perpustakaan sebagai sebuah bangunan yang di penuhi buku-buku . Dibalik itu semua, perpustakaan menyimpan berbagai khasanah ilmu pengetahuan dan berbagai informasi yang dapat ditemukan di dalamnya. Perpustakaan sebagai rangkaian sejarah masa lalu merupakan hasil budaya umat manusia yang sangat tinggi. Dengan perpustakaan harta dari masa lalu dalam wujud karya sastra, buah pikiran, filsafat, teknologi, peristiwa-peristiwa besar sejarah umat manusia, dan ilmu pengetahuan lainnya, dapat dipelajari, dihayati, dan diungkapkan kembali pada masa sekarang. Melalui sumber bacaan dan ilmu pengetahuan di perpustakaan kita tinggal meneruskan dan mengembangkannya. Perpustakaan juga merupakan akar berpijak sekarang untuk kemudian melangkah ke masa depan (Sutarno, 2003:1). Dewasa ini keberadaan perpustakaan semakin kerkembang seiring dengan adanya perturan pemerintah tentang penyelenggaraan perpustakaan. Akan tetapi berkembangnya perpustakaan seiring dengan kemajuan zaman tidak diimbangi dengan meningkatnya minat baca para anak, para remaja, dan dewasa,hal ini dapat dilihat dari ninimnya kunjungan terhadap perpustakan dan minimnya akses perpustakaan oleh kalangan-kalangan tersebut. Sangat di sayangkan ,hal ini menunjukkan bahwa arti penting keberadaan sebuah perpustakaan belum sepenuhnya di sadari oleh berbagai kalangan di lapisan masyarakat. Tidak ada yang dapat disalahkan atas problema yang terjadi, berkembangnya perpustakaan yang tidak diimbangi dengan meningkatnya minat baca dan minat mengunjungi perpustakaan oleh kalangan masyarakat. Ini adalah suatu hal yang menjadikan suatu tantangan bagi kita semua,khususnya bagi bagi para pustakawan dan orang-orang yang peduli mengenai permasalahan yang timbul ini. Untuk mengurangi permasalahan ini adalah dengan menemukan ide-ide untuk mengentaskan permasalahan tersebut. Menurut Moshe F. Rubinstein,seorang spesialis dalam memecahkan persoalan secara ilmiah di Univercti of California, mengatakan bahwa ada empat tahap yang berbeda dalam memecahkan permasalahan. Tahap pertama: ”persiapan”,anda melihat unsur-unsur permasalahan dan mempelajari hubungan-hubungannya.Tahap kedua:”inkubasi”kalau anda belum dapat memecahkan persoalan itu dengan cepat, anda harus memikirkan kembali persoalan dengan lebih mendalam. Tahap ketiga”inspirasi” anda akan merasakan sepercik kegembiraan sebagai sebuah solusi,atau bagi oranglain ,sebagai sebuah jalan yang muncul secara tiba-tiba. Tahap keempat ”Verivikasi” anda mengecek solusi itu untuk mengetahui kalau solusi itu betul-betul bekerja. Dengan mengetahui tahap-tahap ini hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan merumuskan permasalahan: -Bagaimana upaya peningkatan kualitas perpustakaan agar dapat berfungsi sebagai sumber pusat informasi yang menarik minat pemustaka untuk mengunjunginya? -Bagaimana mekanisme perpustakaan sebagai sumber pusat informasi dapat meningkatkan minat baca masyarakat? Setelah mengetahui permasalahannya,dapat diputuskan beberapa ide-ide tentang solusi atas permasalahan tersebut. Upaya peningkatan kualitas perpustakaan yang dimaksud di sini adalah upaya atau usaha yang dilakukan agar perpustakaan dapat memerankan fungsinya, yakni sebagai pusat sumber informasi dan fungsi turunan lainnya. Sebagai bagian dari masyarakat informasi kita tidak dapat terpisah dari kebutuhan akan sebuah informasi..Manusia sangat membutuhkan informasi untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Hal ini dapat dilakukan dengan upaya: 1) Menciptakan Suasana Nyaman Agar tercipta suasana nyaman di perpustakaan, penataan ruang perlu diperhatikan. Ruang yang bersih dengan buku-buku dan koleksi lainnya yang tertata rapi dengan sendirinya akan membuat pengguna merasa nyaman. Untuk menimbulkan rasa senang, petugas perlu meningkatkan keramahan dan ketulusan dalam memberikan pelayanan . 2) Menciptakan Suasana Kerja yang Kondusif Agar proses pelayanan informasi berjalan secara maksimal, diperlukan adanya suasana kerja yang kondusif, terutama di antara petugas perpustakaan. Masing-masing petugas hendaklah menjalankan tugasnya sesuai dengan bidang kerjanya. Semua staf perpustakaan harus mamahami dan menjalankan tugasnya masing-masing secara kordinatif. Hanya dengan adanya suasana kerja yang kondusif ini perpustakaan akan dapat menjalankan fungsinya sebagai sumber informasi. 3) Mengadakan Kerja Sama Untuk menambah koleksi dan fasilitas perpustakaan, pengelola perpustakaan dapat melaksanakan kerja sama dengan pihak luar (penerbit, dermawan, dan lain-lain) terutama yang mempunyai kepedulian terhadap perpustakaan. Untuk meningkatkan kuantitas kerja sama pengelola harus proaktif melakukan penjajagan. Pengelola harus membuka akses seluas-luasnya kepada pihak luar untuk menjalin kerja sama ini. 4) Membangun Jaringan Kerja Untuk meningkatkan pelayanan informasi, dapat ditempuh dengan jaringan kerja sama antar perpustakaan. Kerja sama ini dimaksudkan untuk saling tukar informasi koleksi masing-masing perpustakaan. Kalau informasi yang dibutuhkan tidak tersedia dalam koleksi perpustakaan, pengelola dapat memberikan bantuan untuk mengakses informasi yang dimaksud dari perpustakaan lain. 5) Mengusahakan Sumbangan Dana dan Buku. Peningkatan kualitas perpustakaan tidak bisa terlepas dari ketersediaan dana. Kurangnya alokasi dana mengakibatkan kesulitan dalam menambah koleksi. Oleh karena itu perlu diusahakan terobosan lain. Perpustakaan sekolah misalnya, dapat memungut sumbangan dari orang tua atas persetujuan pimpinan. Dapat juga dengan meminta sumbangan buku dari masyarakat, terutama buku-buku yang tidak digunakan. 6)Memberi Kesempatan untuk Pengembangan Profesionalisme Perpustakaan harus dikelola oleh tenaga pustakawan yang profesional sebagai tenaga fungsional, seorang pustakawan harus mengembangkan profesionalismenya. Pengembangan profesionalisme dapat dilakukan melalui magang, seminar, lokakarya, pelatihan, diklat, dan lain-lain. Solusi yang lainnya adalah dengan menumbuhakan minat baca sejak dini. Menurut (Witherington, 1983:135), minat adalah kesadaran seseorang, bahwa suatu objek, seseorang, sesuatu soal atau suatu situasi yang bersangkut paut dengan dirinya.Minat dan kegemaran membaca tidak dengan sendirinya dimiliki oleh seseorang, termasuk anak-anak dalam usia sekolah. Minat baca dapat tumbuh dan berkembang dengan cara dibentuk. Dalam kaitan ini dapat kita simak teori rangsangan dan dorongan. Dorongan adalah daya motivasional yang mendorong lahirnya perilaku yang mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Dorongan yang dimaksud adalah motivasi tidak hanya untuk perilaku tertentu saja, melainkan perilaku apa saja yang berkaitan dengan kebutuhan dasar yang diinginkan seseorang. Dorongan-dorongan tersebut dapat muncul dari dalam diri orang tersebut atau dapat dirangsang dari luar. Hal-hal yang dapat mendukung minat baca masyarakat yang dapat dilakukan perpustakaan adalah dengan menperbanyak koleksi bahan pustaka. Sedang Yusuf (1996:70-71) membagi dalam empat prinsip pemilihan koleksi yang efisien dan efektif, yaitu: 1. Pinsip Relevansi, yakni bahan pustaka yang dipilih hendaknya relevan dengan tujuan perpustakaan. 2. Prinsip Individualisme, artinya bahan pustaka berorientasi pada minat dan kebutuhan pemakai. 3. Prinsip Kelengkapan, maksudnya bahan pustaka diupayakan agar selalu lengkap. 4. Prinsip Kemutakhiran, yaitu bahan pustaka yang dipilih harus berisi informasi yang mutakhir.Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan promosi perpustakaan kepada potential user dan peningkatan kualitas pelayaanan perpustakaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu perpustakaan dapat berfungsi sebagai pusat sumber informasi jika dapat memenuhi/menyediakan segala hal (informasi) yang diperlukan oleh penggunanya. Upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas perpustakaan agar dapat berperan sebagai pusat sumber informasi adalah dengan: menciptakan suasana nyaman, menciptakan suasana kerja yang kondusif, mengadakan kerja sama, membangun jaringan, mengusahakan sumbangan dana dan buku, dan memberikan kesempatan tenaga pustakawan untuk mengembangkan profesionalismenya. Mekanisme perpustakaan sebagai sumber informasi terhadap peningkatan minat baca masyarakat dapat dilakukan dengan jalan: meningkatkan kualitas koleksi, melakukan promosi, dan mengingkatkan kualitas pelayanannya. Daftar Pustaka Sutarno. 2003. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Yusuf, Taslimah. 1996. Manajemen Perpustakaan Umum. Jakarta: Universitas Terbuka. Basuki ,Sulistyo.1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan.Jakarta: Gramedia. Foster,Jack.2005. How To Get Ideas.Yogyakarta: Quills Book Publisher. Witherington. 1983. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru

Lirik Seperti Matahari IwanFals ( Album SuaraHati 2002 )

Keinginan adalah sumber penderitaan 
Tempatnya didalam pikiran 
Tujuan bukan utama
 Yang utama adalah prosesnya
 Kita hidup mencari bahagia
 Harta dunia kendaraannya
 Bahan bakarnya budi pekerti Itulah nasehat para nabi 
 Ingin bahagia derita didapat
 Karena ingin sumber derita 
Harta dunia jadi penggoda 
Membuat miskin jiwa kita 
Ada benarnya nasehat orang orang suci 
Memberi itu terang kan hati 
Seperti matahari Yang menyinaribumi 
Yang menyinari bumi 
 Ingin bahagia derita didapat 
Karena ingin sumber derita 
Harta dunia jadi penggoda
 Membuat miskin jiwa kita
 Keinginan andalah sumber penderitaan

Saturday, September 29, 2012

Konversi Pengetahuan dalam Knowledge Management System


 Konversi  Pengetahuan
Dalam mempelajari Knowledge management System tidak lepas dari proses konversi pengetahuanYaitu Penciptaan pengetahuan organisasional yang terjadi melalui konversi yang dikombinasikan dari setiap kedua dimensi tacit dan ekxplicit, untuk mempromosikan pembelajaran kelompok dan penyebaran pengetahuan kepada seluruh level organisasional.
Organisasi membentuk pengetahuan melalui interaksi antara pengetahuan eksplisit dan tacit yang kita sebut dengan ‘konversi pengetahuan’. Dengan proses ini, kedua tipe pengetahuan menjadi berkembang baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Konversi pengetahuan berjalan melalui 4 cara, yaitu :
(1) Sosialisasi
(2) Eksternalisasi
(3) Kombinasi
(4) Internalisasi
SECI

Sosialisasi(tacit to tacit) adalah proses belajar dengan berbagi pengalaman yang menghasilkan pengetahuan tacit sebagai keterampilan profesional bersama. misalnya dengan bersama-sama tinggal dalam lingkungan yang sama seperti magang atau interaksi sosial di luar jam kerja. Pengetahuan tasit bisa juga diperoleh dari konsumen maupun suplaier dengan berinteraksi bersama. Proses ini bisa juga terjadi melalui observasi pada perilaku orang lain. Misalnya saja coaching, mentoring dan magang, yang menularkan pengetahuan melalui pengamatan, peniruan dan praktik
Dalam dunia perpustakaan contoh proses sosialisasi pengetahuan dapat diakukan dengan mengadakan pendidikan pemakai dalam suatu ruangan, yang memungkinkan antara pustakawan dan pemustaka/calon pemustaka dapat saling berinteraksi satu sama lain, berdiskusi, tanya jawab tentang berbagai hal yang ada di perpustakaan.
Eksternalisasi adalah proses mengungkapkan pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit. Setelah menjadi explicit, pengetahuan mengkristal dan menjadi dasar bagi pengetahuan baru. Contoh proses ini adalah pembuatan produk baru, siklus kontrol kualitas, percobaan klinis diterjemahkan ke rekomendasi untuk modul standar praktik klinis.
            Contoh proses eksternalisasi yang dilakukan pustakawan adalah terbentuknya buku tata tertib perpustakaan, flowchart atau penggambaran secara grafik dari langkah-langkah dan urut-urutan prosedur dari suatu program, SOP,  yang merupakan perwujudan dari ide-ide pustakawan dalam mengatisipasi kenyamanan di perpustakaan dan mempermudah penyelesaian masalah yang terjadi di perpustakaan
Kombinasi merupakan proses mengubah pengetahuan eksplisit menjadi lebih komplek dan sistematis. Pengetahuan eksplisit dari dalam dan luar organisasi dikumpulkan dan dikombinasikan untuk membentuk pengetahuan baru yang kemudian disebarkan kepada anggota organisasi. Hal ini bisa difasilitasi dengan jaringan komunikasi terkomputerisasi dan basis data yang besar. Kombinasi ini bisa juga dilakukan dengan konsep rincian, merinci visi perusahaan ke dalam konsep bisnis atau konsep produk.
            Contoh lain, dalam suatu perpustakaan dengan perpustakaan lainnya tentu memiliki suatu buku pedoman Kebijakan Pengembangan Koleksi (KPK) yang berbeda-beda, untuk membentuk suatu pedoman kebijakan pengembangan koleksi yang sesui dengan tujuan perpustakaan ,maka dalam membentuk pedoman KPK tersebut perlu referensi dari KPK perpustakaan lain agar didapatkan suatu buku pedoman KPK yang ideal. Buku pedoman KPK baru yang telah terbentuk kemudian menjadi acuan bagi seluruh pustakawan dalam hal pengembangan koleksi. Dalam proses ini terlihat bagaimana suatu pengetahuan explicit mendukung dalam terciptanya pengetahuan explicit baru yang lebih kompleks.
Internalisasi adalah proses mewujudkan pengetahuan eksplisit menjadi tacit. Melalui internalisasi pengetahuan eskplisit yang terbentuk disebarkan ke seluruh organisasi dan diubah menjadi pengetahuan tasit oleh tiap-tiap individu. Hal ini mirip dengan ‘belajar dari pengalaman’ (learning by doing). Pengetahuan eksplisit seperti konsep produk atau prosedur manufaktur harus diwujudkan melalui tindakan dan latihan.
            Suatu perpustakaan pada umumnya memiliki suatu peraturan secara tertulis yang ditujukan kepada pustakawan seperti ,tata tertib dan kode etik profesi kepustakawanan .Dengan adanya peraturan tertulis ini menjadikan seorang pustakawan dapat melayani dengan baik kepada  masyarakat. Ketika seorang pustakawan telah berpedoman terhadap buku tata tertib dan kode etik pustakawan, kemudian kemudian pengetahuan eksplisit tersebut letah tertanam dalam diri pustakawan, dan menerapkannya dalam melayani pemustaka sehari-hari, maka secara langsung telah terjadi proses internalisasi pengetahuan dari pengetahuan explicit ke pengetahuan tacit.
Pengetahuan yang sudah ter-internalisasi dan menjadi pengetahuan tasit tiap-tiap individu merupakan aset yang berharga. Pengetahuan tacit yang terkumpul dalam tiap-tiap individu kemudian dapat membentuk lingkaran baru pembentukan pengetahuan ketika disebarkan melalui sosialisasi.
Proses konversi membentuk daur pengetahuan yang tak pernah terputus, menjadikan suatu pengetahuan berkembang dengan pesat dan tak akan pernah punah. Karena setiap individu memiliki tacit yang berbeda-beda, menghasilkan ecplicit yang bervariasi sehingga menghasilkan rekonstruksi pengetahuan dari masa ke masa yang semakin berkembang.